Tingkat produksi kerang hijau di Indonesia cukup tinggi, hal
tersebut mampu mencukupi kebutuhan konsumsi kerang hijau di Indonesia karena
tingginya tingkat konsumsi kerang hijau di masyarakat. Kekerangan memiliki
kandungan nilai gizi yang tinggi dan rasa yang enak sehingga banyak digemari
oleh masyarakat. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2015) nilai
produksi kerang setiap tahunnya meningkat, besar nilai rata-rata produksi
kerang hijau di Indonesia pada tahun 2004 hingga 2014 sebesar 3220,92%.
Kadar logam berat yang terdapat pada perairan umumnya disebabkan
karena perairan sudah tercemar oleh limbah dari aktifitas industri ataupun
limbah rumah tangga yang dibuang ke dalam sungai, muara atau laut. Menurut
Supriyantini dan Soenardjo (2015) menyatakan bahwa adanya kegiatan industri dan
pelabuhan di Perairan Tanjung Emas Semarang diduga menjadi penyumbang masuknya
limbah berupa logam berat khususnya Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) ke perairan
tersebut. Hal tersebut diperkuat oleh Budiarti et al. (2010) pengujian
kadar Pb dari muara sungai Banjir Kanal Barat dan perairan pantai Kota
Semarang, kadar logam Pb pada perairan pantai adalah 1,682 ± 0,234 mg/kg.
Salah satu biota laut yang mudah terkontaminasi oleh logam berat
adalah kerang hijau, karena kerang hijau mendapatkan makanannya dengan cara
menyaring makanan yang ada diperairan mengakibatkan biota ini rentan terhadap
pengaruh air laut yang tercemar. Liliandari dan Aunurohim (2013) menyatakan
bahwa kerang termasuk ke dalam jenis hewan penyaring (filter feeder), dimana
cara mendapatkan makanan dengan cara memompa air melalui rongga mantel sehingga
mendapatkan partikel-partikel yang ada dalam air. Kerang hijau dapat
memfiltrasi seluruh zat-zat yang dibawa oleh air terutama yang berasal dari
limbah dalam perairan.
Beberapa penelitian telah menemukan salah satu cara untuk mengurangi
kadar logam berat jenis timbal pada kekerangan dengan menggunakan bahan alami.
Bahan alami yang dapat digunakan antara lain jeruk nipis dan asam jawa.
Kemampuan jeruk nipis dan asam jawa dalam mengurangi kadar logam berat pada
kerang dikarenakan dalam buah tersebut mengandung asam sitrat. Tomat memiliki
kandungan asam sitrat sehingga dapat digunakan untuk menurunkan logam berat
pada kekerangan. Menurut Nisma et al. (2012) kandungan asam sitrat pada
buah dapat berfungsi sebagai pengikat logam, sehingga logam dapat berikatan
dengan asam sitrat dan akan membentuk ikatan kimia kompleks dengan asam sitrat
dan kandungan logam dalam kerang akan berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh lama perendaman dengan menggunakan buah tomat (L.
esculentum) terhadap penurunan logam berat timbal pada kerang hijau (P.viridis).
APA ITU PERNA VIRIDIS?
Kerang hijau (Perna viridis
) adalah salah satu sumberdaya hayati yang memiliki nilai ekonomis tinggi di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena kerang hijau mudah dan relatif cepat dalam
pembudidayaannya. Kerang hijau dapat berkembang pesat di daerah yang memiliki
masukan bahan organik yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan kerang tersebut
termasuk ke dalam jenis hewan penyaring (filter feeder ), dimana cara
mendapatkan makanan dengan cara memompa air melalui rongga mantel sehingga
mendapatkan partikel-partikel yang ada dalam air. Selain itu, kerang hijau (Perna viridis ) memiliki kandungan gizi
yang tinggi untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 49,8 % air, 21,9 % protein,
14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abu sehingga menjadikan kerang hijau
sebanding dengan daging sapi, telur maupun daging ayam karena 100 gram daging
kerang hijau ini mengandung 100 kalori (Hutagalung, 2001). Namun,
dalam pembudidayaan kerang hijau haruslah diperhatikan penentuan lokasinya dan
kondisi perairan yang sesuai dengan hidup kerang hijau. Karena jika hal
tersebut tidak diperhatikan, maka akan memunculkan dampak bagi lingkungan
maupun bagi kesehatan manusia.
DAMPAK KERAMBA KERANG
HIJAU TERHADAP LINGKUNGAN
Menurut Suryono (2006), Perna
viridis merupakan organisme yang hidup menetap di substrat perairan dan
makan dengan cara menyaring makanan pada perairan. Perna viridis juga mempunyai
kemampuan untuk mengakumulasi logam berat. Sehingga dengan adanya limbah logam
berat seperti Pb dan Cu akan terakumulasi pada tubuh kerang hijau dan akan
mengganggu proses pengambilan makanannya. Jika keadaan ini berlangsung terus
menerus dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan
kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme kerang hiijau (Perna viridis ) (Muawanah,dkk.,2005), kerang hijau adalah biota yang tahan terhadap Cadmium (Cd). Logam
ini diserap dan tertimbun di jaringannya dan mengalami proses biotransformasi
dan bioakumulasi. Apabila kerang dengan kadar logam Cd tinggi tersebut dikonsumsi
manusia, maka dalam tubuh manusia akan terjadi proses biomagnifikasi dan dapat
mengganggu fungsi organ tubuh manusia. Jalius (2008) menyatakan bahwa budidaya kerang
hijau menyebabkan pengkayaan organik dan menyebabkan munculnya sedimen pada
dasar perairan. Hal ini menyebabkan bahan kasar dan organik pada sedimen
meningkat. Oleh karena itu, nematoda yang hidup di dasar perairan akan
mengalami penurunan kelimpahan populasi. Selain itu, limbah padat yang
mengendap di sedimen dapat berdampak pada ekosistem bentik, yaitu mengubah
struktur populasi makrofauna.
Beban pencemar organik pada saat dilakukan penelitian ini sangat
tinggi, yakni untuk bahan organik yang terllrai oleh mikroorganisme (BOD)
jumlahnya mencapai 944,3159 tonfbu Ian dan bahan organik yang terurai secara
kimia (COD) jumlahnya mencapai J745,0750 ton/bulan dan cenderung naik setiap
tahunnya. Hal ini diduga sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun
ke tahun. Beban pencemaran logam berat Hg, Cd dan Pb di lokasi penelitian juga
sangat tinggi. Hal Inl sejalan dengan semakin meningkatnya industri di DKI
Jakarta. Tingginya logam berat tersebut diduga karena logam berat merupakan
bahan sllplemen yang harus ada dalam industri terutama industri elektronik.
Proses yang terjadi adalah logam berat masuk melalui lapisan lipid
dari dinding sel melalui proses endosistosis. Saat masuk ke tubuh, organ tubuh
memiliki kemampuan untuk mereduksi logam berat. Logam berat yang masllk ke
salman pencernaan akan dibuang bersamaan dengan feses. Pada darah, logam berat
akan d i fagositasi oleh sel darah putih. Sebenarnya dalam hepatopankreas Juga
terdapat sitokrol11 P450 yang memiliki kemampuan untuk mengeluarkan logam berat
dari tubuh, nanllll1 karena jum lahnya terbatas, logam berat yang telah masuk
dalam tubuh akan ,disimpan terlebih dahulu dengan cara dt fagositasi oleh sel
pada hepatopankreas, dan nantinya akan d sekskresikan.
Disisi lain,
karena afinitasnya yang tinggi, logam berat yang dis impan tersebut akan
berikatan dengan gllgUS sllifidril sehingga sukar untuk lepas, karena ikatannya
bersifat irreversible. Hg, Pb dan Cd termasllk logam be rat yang sllkar
dilepaskan kembali, karena telah bcrikatan dengan gugus sllifidril (Paasivirta
2000). Lebih lanjut (Ochiai 1987; Volesky 1990; Ahalya e( al. 2004)
menambahkan toksis itas logam berat timblll karena mekanisme, proses
"penyerangan" ikatan sllifida pada gllgllsan biomolekul yang penting
untuk proses biologi
seperti struktllr protein dan enzim sehingga menimbllikan kerllsakan pada
stuktur yang diserang. Ikatan suitida berubah karena Ion logam berat menggantikan ion logam yang csensial.
Logam berat yang menempel pada gllgusan molekul tersebut akan memod ifikasi
sehingga protein dan cnzim tidak dapat bckerja sebagaimana mestinya, seperti
terganggunya aktivitas enzim. Dalam kondisi ini menyebabkan terganggunya
metabolisme pad a tingkat sel, sehingga sel tersebut menjadi lisis dan akhirnya lemah serta
rusak. Terjadinya bioakumulasi logam berat ke
dalam kerang hijau sangat
dimungkinkan mengingat logam berat dapat dengan mlldah dan cepat masuk ke dalam
tubuh makhluk hidup.
Credit by google.com |
TOMAT
Tomat (Lycopersicon esculentum) memiliki nama daerah terong kaluwat
(Sumatera), tomat, ranti (Jawa), kemantes (Sulawesi); dan nama asing tomato
(Inggris) dan tomate (Jerman). Tomat termasuk genus Lycopersicon dari keluarga
Solanaceae. Tomat merupakan tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan sejak
ratusan tahun silam, tetapi belum diketahui dengan pasti kapan awal
penyebarannya. Jika ditinjau dari sejarahnya, tanaman tomat berasal dari
Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian dari negara Bolivia, Cili,
Kolombia, Ekuador, dan Peru. Semula di negara asalnya, tanaman tomat hanya
dikenal sebagai tanaman gulma. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, tomat
mulai ditanam, baik di lapangan maupun di pekarangan rumah, sebagai tanaman
yang dibudidayakan atau tanaman yang dikonsumsi (Purwati dan Khairunisa, 2007).
Di negara tropis seperti Indonesia,
tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, yaitu di dataran
tinggi (≥ 700 m dpl), dataran medium tinggi (450 - 699 m dpl), dataran medium rendah
(200 - 499 m dpl), dan dataran rendah (≤ 199 m dpl) (Purwati dan Khairunisa.,
2007).
PENGARUH TOMAT TERHADAP TIMBAL
Kadar Timbal (Pb) Kerang Hijau Setelah Perendaman dengan Konsentrasi Berbeda
Hasil uji kadar asam sitrat pada buah
tomat didapatkan hasil sebesar 0,23%. Senyawa asam sitrat pada tomat dapat
digunakan sebagai bahan alami untuk menurunkan kadar logam berat pada kerang.
Kadar timbal pada daging kerang hijau tanpa perlakuan (kontrol) digunakan
sebagai nilai kadar timbal sebelum perendaman yaitu sebesar 0,34 mg/kg.
Perendaman dengan Lama Perendaman Berbeda
Hasil uji organoleptik daging kerang hijau
yang direndam menggunakan larutan tomat menununjukan bahwa semakin lama waktu
perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kenampakan, bau, dan
tekstur daging kerang hijau namun berpengaruh terhadap rasa. Perendaman 90
menit menghasilkan produk daging kerang hijau yang masih layak konsumsi.
Kenampakan
Kenampakan daging daging kerang hijau
setelah perendaman dengan lama waktu yang berbeda masih memiliki kenampakan
utuh, semakin lama perendaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kenampakan. Kenampakan pada suatu bahan pangan mempengaruhi tingkat kesukaan
konsumen, bahan yang memiliki kenampakan baik meningkatkan daya tarik terhadap
konsumen. Menurut Kilcast (2004) karakter sensori makanan sebagian besar
dinilai dengan cara visual. Gabungan dari indra lainnya, terutama bau dapat
berkontribusi terhadap penilaian kenampakan. Rasa adalah yang paling utama
dalam penerimaan konsumen, diikuti oleh tekstur lalu kenampakan.
Analisa Kadar Timbal (Pb) Daging Kerang Hijau
Hasil pengujian kadar timbal pada daging
kerang hijau yang direndam menggunakan larutan tomat tersaji pada Tabel 5.
Perbedaan lama perendaman daging kerang hijau dengan larutan buah tomat
konsentrasi 100% menyebabkan perubahan kadar timbal yang sangat nyata.
Persentase dari kadar timbal dalam daging kerang hijau pada perlakuan
perendaman dengan lama waktu 30 menit, 60 menit, dan 90 menit yaitu mengalami
penurunan sebesar 32,98%, 39,17% dan 59,79%. Hasil penurunan kadar timbal
tersebut menunjukan bahwa semakin lama waktu perendaman dengan larutan tomat
maka semakin besar kadar timbal yang dapat dikurangi. Hal ini diperkuat oleh
Nisma et al. (2012) bahwa variasi waktu perendaman dan kadar mempengaruhi
penurunan kadar logam Pb, Cd, dan Cu dalam kerang hijau.
Asam sitrat dalam buah tomat memberikan
pengaruh terhadap penurunan kadar timbal pada daging kerang sehingga larutan
tomat dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar logam berat. Menurut Saputri et
al., (2015) proses pengikatan ion logam dengan gugus pengikat logam berawal
dari tiga gugus karboksil (COOH) yang dapat melepaskan proton di dalam larutan.
Jika hal demikian terjadi, ion yang dihasilkan adalah berupa ion sitrat. Asam
sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH
suatu larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan ion-ion logam sehingga
membentuk garam sitrat.
Analisa Kadar Timbal (Pb) Larutan Tomat
Larutan tomat setelah digunakan untuk merendam
daging kerang kerang hijau dalam berbagai lama waktu perendaman menunjukan
bahwa kadar timbal dalam larutan semakin bertambah seiring dengan semakin lama
waktu perendaman daging kerang hijau. Larutan tomat dengan perlakuan perendaman
daging kerang hijau selama 90 menit memiliki kandungan timbal paling besar.
Menurut Setiawan et al., (2012) penurunan kandungan logam timbal juga
disebabkan larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein. Selain
itu, logam timbal merupakan jenis logam yang dapat larut dalam lemak. Dalam
perendaman dengan larutan asam, lemak akan membentuk emulsi yang halus dan
larut di dalam larutan asam sehingga dengan melarutnya lemak juga akan
melarutkan logam timbal.
Perbedaan
lama waktu perendaman kerang hijau dengan larutan tomat yaitu perlakuan
perendaman kerang hijau selama 90 menit dengan menggunakan larutan tomat
menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap kadar timbal, kadar air, nilai
pH dan organoleptik (rasa). Semakin lama waktu perendaman maka semakin besar
penurunan logam pada daging kerang hijau. Kadar timbal setelah perendaman
selama 90 menit dalam larutan tomat didapatkan hasil sebesar 0,39 ± 0,05 dari
kadar timbal kontrol sebesar 0,97 ± 0,10 dan hasil uji organoleptik 7,25 ≤ μ ≤
7,55.
DAFTAR PUSTAKA
Adedokun
OA, Adeyemo OK, Adeleye E, Yusuf RK. 2008. Seasonal Limnological Variation and Nutrient Load of the River System in Ibadan Metropolis, Nigeria. European
Journal, olScientUk Research 23( I): 98-108.
Ahalya N, Ramachandra
TV, Kanamadi RD. 2004. Biosorption of Heavy Metals. Indian Institute of
Science. Bangalore.
Brass, G. M. dan Strauss, W. 1981. Air
Pollution Control . John Willey & Sons. New York.
Cahyono, I.2008. Tomat : Usaha
Tani dan Penganganan Pasca Panen.Kanisius:Yogyakarta.
Chadha, D. R. V. 1995. Timbal, Ilmu
Forensik dan Toksikologi. Edisi 5. Widya Medika. Jakarta.
Connell, D. W. dan Miller G. J. 1995.
Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerjemah: YK Astoer. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan
Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa
Logam. UI Press. Jakarta.
Hendry, M. M. D. 1979. Treatment of Common
Acute Poisoning. Edisi keempat. Churchill Livingstone. Edinburgh.
Homan, C.S., Brogan, G.X. 1993. Lead
Toxicity. Handbook of Medical Toxicology. Edisi pertama. Little, Brown
and Co. Boston.
Hutagalung, H. P.
2001. Mercury and Cadmium content in
green mussel, Mytilus viridis L. From Onrust waters, Jakarta Bay Creator. Bull. Env. Cont.
And Tox., 42(6): 814-820.
Jalius, D. Djoko Setiyanto, Komar Sumantadinata, Etty Riani, dan Yunizar
Ernawati. 2008. AKUMULASI LOGAM BERAT DAN PENGARUHNYA
TERHADAP SPERMATOGENESIS KERANG HIJAU (Perna viridis). Jurnal Ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia. 15 (1): 77-83.
Kusnoputranto, H. 2006. Toksikologi
Lingkungan, Logam Toksik danBerbahaya. FKM-UI Press dan Pusat
Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan. Jakarta. Lu, R dkk.
2003.Virus-induced Gene Silencing in Plants. Journal of Application Science.
30: 296-303.
Muawanah, N. Sari,
Hendrianto dan A. Triana. 2005. Pemantauan
lingkungan perairan pada Kegiatan Pengembangan
Budidaya dan Sanitasi Kerang hijau (Perna viridis) di Kabupaten
Padeglang, Provinsi Banten. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur. Vol. 4 No.1. p13-16.
Terimakasih ya kak infonya. Aku jadi lebih hati-hati lagi buat makan makanan seafood apalagi kerang hijau. Padahal aku suka banget T.T
BalasHapus