Berkembangnya rekayasa genetika tidak menutup kemungkinan terhadap feedback yang diperoleh, baik itu dari segi pengelola maupun konsumen. Terdapat dampak positif dan negatif dari adanya rekayasa genetika ini. Dampak-dampak tersebut dibahas secara universal agar pembaca dapat memahami dengan mudah.
Ilustrasi Dampak Positif Rekayasa Genetika Credit by google.com |
Dampak Positif
1. Rekayasa
transgenik dapat menghasilkan produk lebih banyak dari sumber yang lebih
sedikit.
2. Rekayasa
tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah
pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan
dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
4. Tanaman
transgenik memiliki kualitas lebih dibanding tanaman konvensional, kandungan
nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, umur pendek, dll; sehingga
penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan secara cepat dan
menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau bahan kimia lain
serta tanaman transgenik produksi lebih baik.
Dampak Negatif
Potensi
toksisitas bahan pangan
Transfer
genetik terjadi di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia
baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai
contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah
berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang
membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat
mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada
bahan pangan konvensional.
Di
antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi
alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari
bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap makanan (food
supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang sebelumnya tidak
pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan,
atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan
bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.
Potensi
menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO
pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru,
baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi
menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain.
Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah
ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya,
bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin.
Padahal,
selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri
tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi
dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak
memakai pembalut dari bahan kapas transgenik. Contoh lainnya adalah karet
transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi
sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat
diperoleh kualitas yang sangat baik.
Namun,
di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita
alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.
Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan
penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa
tikus percobaan yang diberi pakan kentang transgenik
memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi.
Potensi
erosi plasma nutfah
Penggunaan
tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang
telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma
nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh,
dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida,
misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu
raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan
keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut.
Hal
ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt
dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada
jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu
raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah
kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan
demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat
dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
Potensi
pergeseran gen
Daun
tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10
tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme
tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah
mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi
kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman
tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur
tanah di areal pertanamannya.
Potensi
pergeserean ekologi
Organisme
transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya
tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah
selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap
faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik
dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
0 komentar:
Posting Komentar