Minggu, 22 Oktober 2017

Kultur Jaringan

Pada bahasan ini, kita akan telisik mengenai Kultur Jaringan. Untuk apa sih Kultur Jaringan itu? Lalu, bagaimana metodenya? Yuk kita belajar bersama dan pahami apa itu Kultur Jaringan. Kultur Jaringan atau biasa disingkat "Kuljar" oleh mahasiswa/i ini merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.

credit by google.com

Kultur jaringan adalah teknik atau metode yang digunakan dalam perbanyakan tanaman secara klonal. Kultur jaringan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan tanaman secara cepat dengan jumlah banyak dan seragam. Keuntungan yang didapatkan dari teknik kultur jaringan ini adalah dapat diperoleh tanamn yang unggul dala jumlah banyak dan seragam, selain itu dapat dihasilkan biakan steril (Lestari, 2011). Teknik pada kultur jaringan tanaman yaitu dengan mengisolasi dari bagian tanaman yaitu pada ujung akar, batang dan daun. Hal tersebut berdasarkan letak jaringan meristem yang terdapat pada tanaman tersebut (Marlina, 2004). Jaringan dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Jalur embryogenesis somatik di masa mendatang lebih mendapat perhatian karena bibit dapat berasal dari satu sel somatik sehingga bibit yang dihasilkan dapat lebih banyak dibandingkan melalui jalur organogenesis. Di samping itu, sifat perakarannya sama dengan bibit asal biji (Lestari, 2011). Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam melakukan kultur jaringan yaitu:
Media
Media yang di gunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di perlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil yang optimum maka penggunaan media dasar dan zat pengatur tumbuh yang tepat merupakan faktor yang penting (Purnamaningsih dan Lestari, 1998). Kombinasi media dasar dan zat pengatur tumbuh yang tepat akan meningkatkan aktivitas Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada tujuan atau arah pertumbuhan tanaman yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh BA (benzyl adenin) paling banyak digunakan untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas yang kuat dibandingkan dengan kinetin (Zaer dan Mapes, l982). BA mempunyai struktur dasar yang sama dengan kinetin tetapi lebih efektif karena BA mempunyai gugus benzil (George dan Sherington, l984). Flick et al. (1993) menyatakan bahwa pada umumnya tanaman memiliki respon yang lebih baik terhadap BA dibandingkan terhadap kinetin dan 2-iP sehingga BA lebih efektif untuk produksi tunas in vitro. Pada banyak jenis tanaman zat pengatur tumbuh 2-iP merupakan sitokinin yang mempunyai daya aktivitas lebih lemah dibandingkan dengan sitokinin lainnya sehingga jarang digunakan. Pada tanaman nilam penggunaan 2-iP menghasilkan tunas yang lemah dan kurus (Seswita et al., 1996). 
Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ. Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1 (Gunawan, 1992).  
Kebutuhan zat hara bagi tumbuhan sangat berperan penting bagi keerlangsungan pertumbuhannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa unsur zat hara terbagi menjadi dua yaitu, unsur zat makro dan mikro. Unsur zat makro dan zat mikro mempunyai peranan yang penting dalam tumbuhan yang hidup. Tumbuhan tersebut dengan adanya unsur-unsur zat makro dan zat mikro dapat tumbuh dengan baik. Sains mengenai keperluan unsur-unsur tersebut  dikaji mengikuti keperluan tumbuh-tumbuhan berdasarkan kepada kese        diaan bahan yang diambil dari alam. Namun, jika unsur-unsur tersebut tidak ada atau terjadinya kekurangan unsur, maka akan menyebabkan pohon-pohon menjadi tidak sehat dan dapat memberikan hasil yang tidak baik. Terdapat dua komponen unsur baja tersebut yaitu zat makro dan zat mikro. Adapun unsur zat makro diantaranya (N, O, C, Ca, P, K, H, Mg, dan S), sedangkan unsur zat mikro yaitu (Zn, Mn, Ni, Fe, Cl, Mo, B dan Cu).
Unsur Zat Makro
No.
Makro Elemen
Fungsi
Dampak Kekurangan
1
Nitrogen (N)
-       Untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar.
-       Meningkatkan perkembangbiakan mikro organisme di dalam tanah.
-       Berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis.
-       Membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik.
-       Meningkatkan mutu tanaman penghasil daun-daunan.
-          Tanaman tidak bermutu & hasil daun-daunan yang tumbuh berkurang/sedikit
-          Bagian vegetatif tanaman tidak terbentuk
-          Dapat menyebabkan warna daun hijau gelap atau menguning dan fotosintesis terhambat.
-          Protein dan lemak tidak terbentuk sehingga menghambat pertumbuhan.
-          Perkembangan mikro organisme didalam tanah berkurang sehingga perkembangan akar buruk.
-          konsentrasi nitrogen yang tinggi akan menyebabkan larutan hara menjadi lebih pekat melampaui kepekatan dari cairan sel (Wijaya dan Wahyu, 2005).
2
Oksigen
-          Sebagai pembangun bahan organik seperti glukosa utuk fotosintesis
-          Kesulitan dalam memperoleh zat organik glukosa dan fotosintesis akan terhambat.
3
Karbon (C)
-          Sebagai pembangun utama bahan organik glukosa.
-          Energi untuk proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan dan menjadi bagian dari tumbuhan (Heriyanto dan Endro, 2012).
-          Glukosa tidak terbentuk, Foto sintesis terhambat

4
Kalsium (Ca)
-          Merangsang pembentukan bulu-bulu akar.
-          Memperkeras batang tanaman dan sekaligus merangsang pembentukan biji.
-          Menetralisir asam-asam organik yang dihasilkan pada saat metabolism.
-          Kalsium yang terdapat dalam batang dan daun dapat menetralisirkan senyawa atau suasana keasaman tanah
-    Bulu akar tidak terbentuk dan berkurangnya pertumbuhan jaringan meristematik.
-    Tidak dapat menetralisir asam-asam organik yang dihasilkan pada saat metabolism.
-    Tidak dapat menetralisirkan senyawa sehingga suasana keasaman tanah menjadi tinggi.
-    Menghambat pengerasan batang tanaman dan pembentukan biji terhambat.
5
Fosfor
-       Penyediaan hara tanaman (Setyorini, 2003).
-       Merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih/tanaman muda.
-   Membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah.
-   Fosfor memegang peranan pening dalam metabolisme.
-   Mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa dan menaikkan prosentase bunga menjadi buah/biji.
-          Akar pada tanaman muda susah terbentuk sehingga akan mati.
-          Asimilasi terganggu dan lamanya apembangunan serta pemasakan biji
-          Semua aspek metabolisme teranggu dan pertumbuhan lambat sehingga tumbuhnya menjadi kerdil
-          Persentase bunga menjadi buah/biji sedikit karena lamanya pertumbuhan tanaman  muda menjadi dewasa.
6
Kalium (K)
-         sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Silahooy, 2008).
-         Membantu pembentukan protein dan karbohidrat.
-         Berperan memperkuat tubuh tanaman, mengeraskan jerami dan bagian kayu tanaman, agar daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.
-         Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit.
-         Meningkatkan mutu dari biji/buah.
-    dapat menghambat proses transportasi dalam tanaman (Silahooy, 2008).
-    Pertumbuhan akan terhambat, batang akan tumbuh pendek dan kurus.
-    Daun, bunga dan buah mudah gugur.
-    Daya tahan kurang sehingga banyak bintik-bintik menyerupai karat pada daun.
-    Biji/buahnya kecil- kecil dan tidak bermutu.
7
Hidrogen
-          Sintesis klororfil  (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-          Merupakan elemen pokok pembangunan bahan organik untuk fotosintesis
Kesulitan dalam menghasilkan molekul organik sehingga fotosintesis terhambat.
8
Magnesium (Mg)
-          Sintesis klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-          Magnesium merupakan bagian tanaman dari klorofil.
-          Berperan dalam pembentukan buah
-       Daun-daun tua mengalami klorosis (berubah menjadi kuning) dan tampak di antara tulang- tulang daun, sedang tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian di antara tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak-bercak merah kecoklatan
-       Pembentukan buah terhambat sehingga produksi buah berkurang.
9
Belerang (Sulfur = S)
-       Membantu pertumbuhan anakan produktif
-       Komponen protein dan beberapa senyawa aktif.
-       sintesis Klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009)
-          Pertumbuhan anakan akan terhambat.
-          Tidak dapat membuat protein sehingga hilangnya asam amino yang mengandung sulfur.

Unsur Zat Mikro
No.
Mikro Elemen
Fungsi
Dampak Kekurangan
1
Seng (Zn)
-          Sintesis Klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-          Berperan dalam metabolisme karbohidrat.
-          Mineral Zn berfungsi sebagai kofaktor dari banyak enzim metabolisme (Tarmidi. 2011).
-       Metabolisme karbohidrat terganggu sehingga pertumbuhan batang terhambat.
2
Mangan (Mn)
-          penting dalam sintesis klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009)
-          Menyebabkan klorosis dan nekrosis pada daun,
3
Nikel (Ni)
-          Kofaktor untuk enzim yang berfungsi dalam metabolisme nitrogen
-          Metabolisme nitrogen akan terganggu sehingga fotosintesis terhambat.
4
Fe (Besi)
-          diperlukan untuk sintesis klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-          Menyebab kanklorosis dan nekrosis pada daun
5
Klor (Cl)
-          diperlukan dalamfotolisis air selama proses fotosintesis
-       Kurangnya air dalam fotosintesis sehingga fotosintesis terhambat dan  dapat menyebabkan Cllayu pada daun diikutiklorosis dan nekrosis, akar menjadi pendek dan kerdil.
6
Molybdenum (Mo)
-          Berperan penting dalam reduksi nitrat dan fiksasi nitrogen.
-           Bila kekurangan Mo mengalami NO3 sehingga defisiensi N terjadi karena translokasi N selanjutnya terhambat.  Jadi tanaman tidak mengalami reduksi nitrat bila tidak ada Molibdenum (Mo)
7
Boron (B)
-          Diperlukan dalam pembuangan, pembentukan buah, fotosintesis dan metabolisme.
-          Pembentukan buah, fotosintesis dan metabolism dalam tumbuhan terhambat.
8
Tembaga (Cu)
-          Berperan dalam transport elektron pada reaksi fotosintesis.
-          Sintesis klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-          Berperan dalam fungsi metabolik penting yaitu dalam sistem oksidasi jaringan sel dalam produksi energi.
-          Jika tanaman kekurangan unsur Tersebut pertumbuhan tanaman terhambat dan tidak normal (Sajimin, 2011).
-          Transport electron pada reaksi fotosintesis terhambat sehingga menyebabkan  pertumbuhan terhenti.

  
Intisiasi
Tahap kedua merupakan intiasiasi. Intisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. Ada beberapa tipe jaringan yang di gunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini bisa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosistesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan (Pratiwi, 2013).



Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). Ditambahkan pula menurut Yusnita, 2004, bahwa pada tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).

Sterilisasi
Sterilisisasi adalah tahapan yang dilakukan untuk melakukan kegiatan ditempat yang steril. Selain itu juga menggunakan bahan dan peralatan san peralatan yang steril. Eksplan bisa direndam dengan menggunakan bahan kimia yang steril untk membunuh mikroba yang dapat mengganggu eksplan. Untuk mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2. Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pun, belum tentu menunjukkan rspon in-vitro yang sama (Wetherell, 1976). Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting yang juga harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, merupakan faktor penting dalam tahap ini.

Multiflikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar (Pratiwi, 2013).

Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan oleh jamur) atau busuk (disebabkan bakteri) (Pratiwi, 2013).

5.      Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif (Pratiwi, 2013).

 Lokasi Laboratorium
Persyaratan lokasi laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi, supaya hasil yang didapatkan dalam teknik kutur jaringan ini meghasilkan tanaman yang berkualitas baik. dekat dengan sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat tenaga listrik, ada baiknya bila laboratorium kultur jaringan ditempatkan di daerah yang tinggi, agar suhu ruangan tetap rendah (Pratiwi, 2013).

Kapasitas Laboratorium
Ukuran laboratorium tergantung pada jumlah bibit tergantung pada jumlah bibit yang akan diproduksi. Untuk ukuran laboratorium sekitar 250 m2, bibit yang dapat diproduksi tiap tahun sekitar 400-500.000 planlet/bibit, yang dapat memenuhi pertanaman seluas 500-800 ha. Dalam suatu laboratorium minimal terdapat 5 ruangan terpisah, yaitu gudang (ruang) untuk penyimpanan bahan, ruang pembuatan media, ruang tanam, ruang inkubasi (untuk pertunasan dan pembentukan planlet/bibit tanama) dan rumah kaca (Pratiwi, 2013).


DAFTAR PUSTAKA

Flick, C.E., D.A. Evans, and W.R. Sharp. 1993. Organogenesis. In D.A. Evans, W.R. Sharp, P.V. Amirato, and T. Yamada (eds.) Handbook of Plant Cell Culture Collier Macmillan. Publisher London. p. 13-81.
George, E.F. and P.D. Sherington. l984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. England: Exegetic. 709 p.
Hendriyani, I. S dan N. Setiari. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. J. Sains & Mat. 17(3): 145-150.
Lestari, E. G.  2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agrobiogen. 7(1): 63-68.
Marlina, Nina. 2004. Teknik Perbanyakan Anthurium Dengan Kultur Jaringan. Buletin Teknik Pertanian. 9(2): 73-75.
Pratiwi, R. A. 2013. Pengertian, Tujuan, Keunggulan, dan Tahap-tahap Kultur Jaringan: http://ditaanugrah.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-tujuan-keunggulan-dan-tahap.html. [diakses pada 21 oktober 2017, pukul 06.22 WIB].
Purnamaningsih, R. dan E.G. Lestari. 1998. Multiplikasi tunas temu giring melalui kultur in vitro. Buletin Plasma Nutfah 1(5):24-27.
Sajimin,N.D.P Urwantari, E.Sutedi Dan Oyo. Pengaruh Interval Potong terhadap Produktivitas dan Kualitas Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus L.) sebagai Komoditas Harapan Pakan Ternak. 2011.  JITV. 16(4): 288-293.
Seswita, D., I. Mariska, dan E.G. Lestari. 1996. Mikropropagasi nilam penampakan khimera asil radiasi pada kalus. Prosiding Pertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta, 9-10  Januari 1996.
Setyorini, D. dan Prihatini, T. 2003. Menuju “quality control ” pupuk organik di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Persiapan Penyusunan Persyaratan Minimal Pupuk Organik di Dit. Pupuk dan Pestisida, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Jakarta 27 Maret 2003.
Silahooy1, Ch. 2008. Efek Pupuk KCl dan SP-36 Terhadap Kalium Tersedia, Serapan Kalium dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Pada Tanah Brunizem. Bul. Agron. (36) (2) 126 – 132
Wijayani, Ari dan Wahyu Widodo. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat Dengan Sistem Budidaya Hidroponik Increasing Of Tomatoes Quality In Hydroponic Culture. Jurnal Ilmu Pertanian. 2 (1): 77 – 83.
Tarmidi , H.A.R. 2009. Kajian Fungsi Mineral Seng (Zn) bagi Ternak. Fakultas Peternakan. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Zaer and Mapes. 1982. Action of growth regeneration. In Bonga and Durzan (eds.) Tissue Culture in Forestry. Martinus Nijhoff London. p. 231-235.

0 komentar:

Posting Komentar