Pada bahasan ini, kita akan telisik mengenai Kultur Jaringan. Untuk apa sih Kultur Jaringan itu? Lalu, bagaimana metodenya? Yuk kita belajar bersama dan pahami apa itu Kultur Jaringan. Kultur Jaringan atau biasa disingkat "Kuljar" oleh mahasiswa/i ini merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.
credit by google.com |
Kultur jaringan adalah teknik
atau metode yang digunakan dalam perbanyakan tanaman secara klonal. Kultur
jaringan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan tanaman secara cepat
dengan jumlah banyak dan seragam. Keuntungan yang didapatkan dari teknik kultur
jaringan ini adalah dapat diperoleh tanamn yang unggul dala jumlah banyak dan
seragam, selain itu dapat dihasilkan biakan steril (Lestari, 2011). Teknik pada
kultur jaringan tanaman yaitu dengan mengisolasi dari bagian tanaman yaitu pada
ujung akar, batang dan daun. Hal tersebut berdasarkan letak jaringan meristem
yang terdapat pada tanaman tersebut (Marlina, 2004). Jaringan dapat ditempuh
melalui dua jalur, yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Jalur
embryogenesis somatik di masa mendatang lebih mendapat perhatian karena bibit
dapat berasal dari satu sel somatik sehingga bibit yang dihasilkan dapat lebih
banyak dibandingkan melalui jalur organogenesis. Di samping itu, sifat
perakarannya sama dengan bibit asal biji (Lestari, 2011). Adapun
tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam melakukan kultur jaringan yaitu:
Media
Media yang di gunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di perlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil yang optimum maka
penggunaan media dasar dan zat pengatur tumbuh yang tepat merupakan faktor yang
penting (Purnamaningsih dan Lestari, 1998). Kombinasi media dasar dan zat
pengatur tumbuh yang tepat akan meningkatkan aktivitas Penggunaan zat pengatur
tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada tujuan atau arah pertumbuhan tanaman
yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh BA (benzyl adenin) paling banyak digunakan
untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas yang kuat
dibandingkan dengan kinetin (Zaer dan Mapes, l982). BA mempunyai struktur dasar
yang sama dengan kinetin tetapi lebih efektif karena BA mempunyai gugus benzil
(George dan Sherington, l984). Flick et al. (1993) menyatakan bahwa pada
umumnya tanaman memiliki respon yang lebih baik terhadap BA dibandingkan
terhadap kinetin dan 2-iP sehingga BA lebih efektif untuk produksi tunas in
vitro. Pada banyak jenis tanaman zat pengatur tumbuh 2-iP merupakan sitokinin
yang mempunyai daya aktivitas lebih lemah dibandingkan dengan sitokinin lainnya
sehingga jarang digunakan. Pada tanaman nilam penggunaan 2-iP menghasilkan
tunas yang lemah dan kurus (Seswita et al., 1996).
Secara umum, zat
pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar,
yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk
merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ. Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro
Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA),
atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus
pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992),
golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.
Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin,
benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan
fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3,
GA2, dan GA1 (Gunawan, 1992).
Kebutuhan zat hara bagi tumbuhan sangat berperan penting
bagi keerlangsungan pertumbuhannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui
bahwa unsur zat hara terbagi menjadi dua yaitu, unsur zat makro dan mikro.
Unsur zat makro dan zat mikro mempunyai peranan yang penting dalam tumbuhan
yang hidup. Tumbuhan tersebut dengan adanya unsur-unsur zat makro dan zat mikro
dapat tumbuh dengan baik. Sains mengenai keperluan unsur-unsur tersebut dikaji mengikuti keperluan tumbuh-tumbuhan
berdasarkan kepada kese diaan bahan
yang diambil dari alam. Namun, jika unsur-unsur tersebut tidak ada atau terjadinya
kekurangan unsur, maka akan menyebabkan pohon-pohon menjadi tidak sehat dan
dapat memberikan hasil yang tidak baik. Terdapat dua komponen unsur baja
tersebut yaitu zat makro dan zat mikro. Adapun unsur zat makro diantaranya (N,
O, C, Ca, P, K, H, Mg, dan S), sedangkan unsur zat mikro yaitu (Zn, Mn, Ni, Fe,
Cl, Mo, B dan Cu).
Unsur
Zat Makro
No.
|
Makro
Elemen
|
Fungsi
|
Dampak
Kekurangan
|
1
|
Nitrogen (N)
|
- Untuk pembentukan atau pertumbuhan
bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar.
- Meningkatkan perkembangbiakan
mikro organisme di dalam tanah.
- Berperan penting dalam pembentukan
hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis.
- Membentuk protein, lemak dan
berbagai persenyawaan organik.
- Meningkatkan mutu tanaman
penghasil daun-daunan.
|
-
Tanaman
tidak bermutu & hasil daun-daunan yang tumbuh berkurang/sedikit
-
Bagian
vegetatif tanaman tidak terbentuk
-
Dapat
menyebabkan warna daun hijau gelap atau menguning dan fotosintesis terhambat.
-
Protein
dan lemak tidak terbentuk sehingga menghambat pertumbuhan.
-
Perkembangan
mikro organisme didalam tanah berkurang sehingga perkembangan akar buruk.
-
konsentrasi nitrogen yang tinggi akan menyebabkan larutan
hara menjadi lebih pekat melampaui kepekatan dari cairan sel (Wijaya dan
Wahyu, 2005).
|
2
|
Oksigen
|
-
Sebagai
pembangun bahan organik seperti glukosa utuk
fotosintesis
|
-
Kesulitan
dalam memperoleh zat organik glukosa dan fotosintesis akan terhambat.
|
3
|
Karbon (C)
|
-
Sebagai
pembangun utama bahan organik glukosa.
-
Energi untuk
proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan dan
menjadi bagian dari tumbuhan (Heriyanto dan Endro, 2012).
|
-
Glukosa
tidak terbentuk, Foto sintesis terhambat
|
4
|
Kalsium (Ca)
|
-
Merangsang
pembentukan bulu-bulu akar.
-
Memperkeras
batang tanaman dan sekaligus merangsang pembentukan biji.
-
Menetralisir
asam-asam organik yang dihasilkan pada saat metabolism.
-
Kalsium
yang terdapat dalam batang dan daun dapat menetralisirkan senyawa atau
suasana keasaman tanah
|
- Bulu akar tidak terbentuk dan
berkurangnya pertumbuhan jaringan meristematik.
- Tidak dapat menetralisir asam-asam
organik yang dihasilkan pada saat metabolism.
- Tidak dapat menetralisirkan
senyawa sehingga suasana keasaman tanah menjadi tinggi.
- Menghambat pengerasan batang
tanaman dan pembentukan biji terhambat.
|
5
|
Fosfor
|
- Penyediaan hara tanaman
(Setyorini, 2003).
- Merangsang pertumbuhan akar,
khususnya akar benih/tanaman muda.
- Membantu asimilasi dan pernafasan
sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah.
- Fosfor memegang peranan pening
dalam metabolisme.
- Mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa dan menaikkan prosentase
bunga menjadi buah/biji.
|
-
Akar pada tanaman muda susah terbentuk sehingga akan
mati.
-
Asimilasi terganggu dan lamanya apembangunan serta
pemasakan biji
-
Semua
aspek metabolisme teranggu dan pertumbuhan lambat sehingga tumbuhnya menjadi
kerdil
-
Persentase bunga menjadi buah/biji sedikit karena
lamanya pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa.
|
6
|
Kalium (K)
|
-
sebagai media
transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke daun dan
mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Silahooy,
2008).
-
Membantu
pembentukan protein dan karbohidrat.
-
Berperan
memperkuat tubuh tanaman, mengeraskan jerami dan bagian kayu tanaman, agar
daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.
-
Meningkatkan
daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit.
-
Meningkatkan
mutu dari biji/buah.
|
- dapat
menghambat proses transportasi dalam tanaman (Silahooy,
2008).
- Pertumbuhan akan terhambat, batang
akan tumbuh pendek dan kurus.
- Daun, bunga dan buah mudah gugur.
- Daya tahan kurang sehingga banyak
bintik-bintik menyerupai karat pada daun.
- Biji/buahnya kecil- kecil dan
tidak bermutu.
|
7
|
Hidrogen
|
-
Sintesis
klororfil (Hendriyani
dan Setiari, 2009).
-
Merupakan
elemen pokok pembangunan bahan organik untuk fotosintesis
|
Kesulitan
dalam menghasilkan molekul organik sehingga fotosintesis terhambat.
|
8
|
Magnesium (Mg)
|
-
Sintesis
klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-
Magnesium
merupakan bagian tanaman dari klorofil.
-
Berperan
dalam pembentukan buah
|
- Daun-daun tua mengalami klorosis
(berubah menjadi kuning) dan tampak di antara tulang- tulang daun, sedang
tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian di antara
tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak-bercak
merah kecoklatan
- Pembentukan buah terhambat
sehingga produksi buah berkurang.
|
9
|
Belerang (Sulfur = S)
|
- Membantu pertumbuhan anakan
produktif
- Komponen protein dan beberapa
senyawa aktif.
- sintesis Klorofil (Hendriyani
dan Setiari, 2009)
|
-
Pertumbuhan
anakan akan terhambat.
-
Tidak
dapat membuat protein sehingga hilangnya asam amino yang mengandung sulfur.
|
Unsur
Zat Mikro
No.
|
Mikro
Elemen
|
Fungsi
|
Dampak
Kekurangan
|
1
|
Seng (Zn)
|
-
Sintesis
Klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-
Berperan
dalam metabolisme karbohidrat.
-
Mineral Zn berfungsi sebagai kofaktor dari banyak enzim
metabolisme (Tarmidi. 2011).
|
- Metabolisme karbohidrat terganggu
sehingga pertumbuhan batang terhambat.
|
2
|
Mangan (Mn)
|
-
penting
dalam sintesis klorofil (Hendriyani
dan Setiari, 2009)
|
-
Menyebabkan
klorosis dan nekrosis pada daun,
|
3
|
Nikel
(Ni)
|
-
Kofaktor
untuk enzim yang berfungsi dalam metabolisme nitrogen
|
-
Metabolisme nitrogen akan terganggu sehingga
fotosintesis terhambat.
|
4
|
Fe (Besi)
|
-
diperlukan
untuk sintesis klorofil (Hendriyani
dan Setiari, 2009).
|
-
Menyebab
kanklorosis dan nekrosis pada daun
|
5
|
Klor (Cl)
|
-
diperlukan
dalamfotolisis air selama proses
fotosintesis
|
- Kurangnya
air dalam fotosintesis sehingga fotosintesis terhambat dan dapat
menyebabkan Cllayu
pada daun diikutiklorosis dan nekrosis, akar
menjadi pendek dan kerdil.
|
6
|
Molybdenum (Mo)
|
-
Berperan penting dalam reduksi nitrat dan fiksasi
nitrogen.
|
-
Bila
kekurangan Mo mengalami NO3 sehingga defisiensi N terjadi karena
translokasi N selanjutnya terhambat. Jadi tanaman tidak mengalami
reduksi nitrat bila tidak ada Molibdenum (Mo)
|
7
|
Boron (B)
|
-
Diperlukan
dalam pembuangan, pembentukan buah, fotosintesis dan metabolisme.
|
-
Pembentukan buah, fotosintesis dan metabolism dalam
tumbuhan terhambat.
|
8
|
Tembaga (Cu)
|
-
Berperan
dalam transport elektron pada reaksi fotosintesis.
-
Sintesis
klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
-
Berperan dalam fungsi metabolik
penting yaitu dalam sistem oksidasi jaringan sel dalam produksi energi.
|
-
Jika tanaman kekurangan unsur Tersebut pertumbuhan tanaman
terhambat dan tidak normal (Sajimin, 2011).
-
Transport
electron pada reaksi fotosintesis terhambat sehingga menyebabkan pertumbuhan terhenti.
|
Intisiasi
Tahap kedua merupakan intiasiasi.
Intisiasi adalah pengambilan eksplan
dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan
untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. Ada beberapa tipe jaringan yang di
gunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah
jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan
tipe pertama ini bisa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi
daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan kedua adalah jaringan
parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami
diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah
jaringan daun yang sudah berfotosistesis dan jaringan batang atau akar yang
berfungsi sebagai tempat cadangan makanan (Pratiwi, 2013).
Tujuan utama
dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan
yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976).
Ditambahkan pula menurut Yusnita, 2004, bahwa pada tahap ini mengusahakan
kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme,
sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Sterilisasi
Sterilisisasi adalah tahapan yang
dilakukan untuk melakukan kegiatan ditempat yang steril. Selain itu juga
menggunakan bahan dan peralatan san peralatan yang steril. Eksplan bisa direndam
dengan menggunakan bahan kimia yang steril untk membunuh mikroba yang dapat
mengganggu eksplan. Untuk mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi,
eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan
kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan
kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl,
CaOCl2, etanol, dan HgCl2. Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan,
dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan
dekat pun, belum tentu menunjukkan rspon in-vitro yang sama (Wetherell, 1976).
Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting yang juga harus diperhatikan
pada tahap ini. Umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran
eksplan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, merupakan faktor penting
dalam tahap ini.
Multiflikasi
Multiplikasi
adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi
yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah
ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril
dengan suhu kamar (Pratiwi, 2013).
Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan
akan menunjukan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur
jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap
hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya
kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan oleh jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri) (Pratiwi, 2013).
5. Aklimatisasi
Aklimatisasi
adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng.
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan
hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap
serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan
lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan
bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif
(Pratiwi, 2013).
Lokasi
Laboratorium
Persyaratan
lokasi laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi, supaya
hasil yang didapatkan dalam teknik kutur jaringan ini meghasilkan tanaman yang
berkualitas baik. dekat dengan sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat
tenaga listrik, ada baiknya bila laboratorium kultur jaringan ditempatkan di
daerah yang tinggi, agar suhu ruangan tetap rendah (Pratiwi, 2013).
Kapasitas
Laboratorium
Ukuran
laboratorium tergantung pada jumlah bibit tergantung pada jumlah bibit yang
akan diproduksi. Untuk ukuran laboratorium sekitar 250 m2, bibit yang dapat
diproduksi tiap tahun sekitar 400-500.000 planlet/bibit, yang dapat memenuhi
pertanaman seluas 500-800 ha. Dalam suatu laboratorium minimal terdapat 5
ruangan terpisah, yaitu gudang (ruang) untuk penyimpanan bahan, ruang pembuatan
media, ruang tanam, ruang inkubasi (untuk pertunasan dan pembentukan planlet/bibit
tanama) dan rumah kaca (Pratiwi, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Flick, C.E., D.A. Evans, and W.R.
Sharp. 1993. Organogenesis. In D.A. Evans, W.R. Sharp, P.V. Amirato, and
T. Yamada (eds.) Handbook of Plant Cell Culture Collier Macmillan.
Publisher London. p. 13-81.
George, E.F. and P.D. Sherington.
l984. Plant Propagation by Tissue
Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. England: Exegetic.
709 p.
Hendriyani, I. S dan N. Setiari. 2009. Kandungan
Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna
sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. J. Sains
& Mat. 17(3): 145-150.
Lestari,
E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh
dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agrobiogen. 7(1): 63-68.
Marlina,
Nina. 2004. Teknik Perbanyakan Anthurium Dengan Kultur Jaringan. Buletin Teknik Pertanian. 9(2): 73-75.
Pratiwi,
R. A. 2013. Pengertian, Tujuan, Keunggulan, dan Tahap-tahap Kultur Jaringan: http://ditaanugrah.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-tujuan-keunggulan-dan-tahap.html. [diakses pada 21 oktober 2017, pukul 06.22 WIB].
Purnamaningsih, R. dan E.G.
Lestari. 1998. Multiplikasi tunas temu giring melalui kultur in vitro.
Buletin Plasma Nutfah 1(5):24-27.
Sajimin,N.D.P
Urwantari, E.Sutedi Dan Oyo. Pengaruh Interval Potong terhadap Produktivitas
dan Kualitas Tanaman Bangun-Bangun (Coleus
amboinicus L.) sebagai Komoditas Harapan Pakan Ternak. 2011.
JITV. 16(4): 288-293.
Seswita, D., I. Mariska, dan E.G. Lestari. 1996.
Mikropropagasi nilam penampakan khimera asil radiasi pada kalus. Prosiding Pertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop
dan Radiasi. Jakarta, 9-10 Januari
1996.
Setyorini,
D. dan Prihatini, T. 2003. Menuju
“quality control ” pupuk organik di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan
Persiapan Penyusunan Persyaratan Minimal Pupuk Organik di Dit. Pupuk dan
Pestisida, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Jakarta 27 Maret 2003.
Silahooy1, Ch. 2008. Efek
Pupuk KCl dan SP-36 Terhadap Kalium Tersedia, Serapan Kalium dan Hasil Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.) Pada Tanah Brunizem. Bul. Agron. (36) (2) 126 – 132
Wijayani,
Ari dan Wahyu Widodo. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat
Dengan Sistem Budidaya Hidroponik Increasing Of Tomatoes Quality In Hydroponic
Culture. Jurnal Ilmu Pertanian. 2
(1): 77 – 83.
Tarmidi
, H.A.R. 2009. Kajian Fungsi Mineral Seng
(Zn) bagi Ternak. Fakultas Peternakan. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Zaer and Mapes. 1982. Action of growth regeneration. In Bonga and Durzan (eds.) Tissue Culture in Forestry.
Martinus Nijhoff London. p. 231-235.
0 komentar:
Posting Komentar