Credit by Google.com |
Deoxiribo Nucleic Acid
Biotechnology is an industrial process that uses the scientific research on DNA for practical benefits.
Plant Biotechnology
Plant biotechnology is a set of techniques used to adapt plants for specific needs or opportunities
Marine Biotechnology
Marine biotechnology studies the marine resources of the world.
Modern Biotechnology
Modern biotechnology is used to distinguish newer applications of biotechnology, such as genetic engineering and cell fusion from more conventional methods such as breeding, or fermentation.
Traditional Biotechnology
Traditional biotechnology is the use of natural organisms by humans to create or modify foods or other useful products.
Kamis, 28 Desember 2017
FOOD SCIENCE: MARI MENGENAL GELATIN
Gelatin merupakan suatu polipeptida larut hasil hidrolisis
parsial kolagen
yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol ke bentuk gel, mengembang
dalam air dingin, dapat membentuk film serta mempengaruhi viskositas suatu bahan. Sifat gelatin yang larut dalam air membuat gelatin
dimanfaatkan dalam banyak industri baik industri pangan maupun
non pangan untuk berbagai keperluan (Wahyuni, 2003).
Gelatin dalam industri pangan dimanfaatkan
sebagai pembentuk busa (whipping agent), pengikat (binder aggent), penstabil
(stabilizer),
perekat
(adhesive),
pembentuk gel (gelling
aggent), peningkat
viskositas (viscosity
aggent), pengemulsi (emulsifier),
dan
pengental (thickener)
(Poppe,1992). Gelatin di
dalam industri non pangan
seperti industri
farmasi, digunakan sebagai bahan pembuat
kapsul, pengikat tablet,
dan mikroenkapsulasi. Selain itu,
gelatin
juga digunakan
dalam industri fotografi dan kosmetik. Dalam industri fotografi, gelatin berfungsi sebagai bahan peka cahaya, dan pada
industri kosmetik, gelatin
digunakan untuk menstabilkan emulsi pada produk shampo, lotion, sabun, lipstik, cat
kuku, busa cukur, dan krim tabir
surya (Hermanianto, 2000).
Kebutuhan akan gelatin meningkat seiring dengan banyaknya manfaat dan
penggunaannya dalam
berbagai bidang
industri. Di Indonesia, meningkatnya kebutuhan
gelatin
belum
banyak
mendapat respon dari
industri
dalam
negeri untuk diproduksi secara komersial, sehingga kebutuhan
gelatin dalam negeri lebih banyak dipenuhi
secara impor. Indonesia
mengimpor gelatin dari negara-negara
seperti Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, China, Argentina dan Australia
(Peranginangin,
2007).
Gelatin pada umumnya berasal dari bahan baku tulang
dan
kulit ternak, seperti sapi
dan babi. Penggunaan kedua bahan baku
tersebut ternyata
menimbulkan masalah tersendiri bagi para konsumennya. Penggunaan tulang
dan kulit sapi dikhawatirkan akan menimbulkan kontaminasi Bovine
Spongiform Encephalopathy (BSE) meski telah
terdapat pernyataan dari Scientific
Steering
Committeee of The
European Union bahwa resiko tersebut mendekati nol
(Schrieber, 2007),
sedangkan penggunaan bahan dari babi akan
menimbulkan masalah
bagi para pemeluk
agama Islam dan
Yahudi (Peranginangin,
2007).
Penelitian dengan memanfaatkan kulit dan tulang
berbagai spesies ikan
sebagai alternatif bahan baku gelatin telah
dilakukan.
Produk gelatin yang berasal
dari ikan kurang menarik perhatian masyarakat karena faktor alergi dan fishy
odour atau bau amis (Nieuwenhuizen, 2006). Selain itu, gelatin yang berasal dari
ikan diketahui memiliki
kekuatan
gel yang
rendah sehingga pemanfaatannya dalam berbagai bidang industri
masih terbatas. Kekuatan gel merupakan salah satu sifat penting pada gelatin selain kadar protein.
Karena sifat inilah yang
membuat gelatin banyak
dimanfaatkan di berbagai bidang
industri (Wahyuni, 2003). Alternatif lain untuk menghasilkan gelatin dengan kualitas yang
lebih
baik dari ikan adalah
menggunakan kulit
ayam sebagai bahan
baku pembuatan gelatin.
Kulit ayam banyak tersedia di
rumah potong ayam, pasar tradisional, maupun supermarket. Sejauh ini pemanfaatan kulit ayam masih terbatas untuk dibuat kripik. Terbatasnya
informasi dan ketersediaan teknologi pengolahan yang tepat membuat potensinya belum dimanfaatkan secara
optimal. Ekstraksi gelatin
dari kulit ayam merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan nilai ekonomis hasil samping dari produk kulit ayam. Kandungan kolagen yang
tinggi pada kulit ayam, yaitu 38,9% (Cliche, 2003) sangat potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku alternatif gelatin.
Beberapa penelitian mengenai gelatin yang diekstrak dari
kulit maupun tulang ayam telah dilakukan. Pada penelitian Prayitno (2007) dilakukan
perendaman ceker ayam dengan asam asetat, sitrat, laktat dan
HCl dengan
konsentrasi 5% selama 12, 24 dan 36 jam. Rendemen kolagen tertinggi dihasilkan
dari perendaman dengan larutan
asam laktat dengan persentase
36,82% selama 36 jam. Hasil penelitian Abustam (2008)
menunjukkan penggunaan asam cuka
1% sebagai bahan perendaman menghasilkan gelatin dari kulit kaki ayam yang
baik dengan karakteristik : rendemen 12,9%, kekuatan gel 261,44 g bloom, dan
viskositas 5,01 cP dengan waktu perendaman selama 24 jam. Penelitian Miwada
dan
Simpen (2007) menunjukkan gelatin
dari kulit kaki ayam Broiler dengan metode ekstraksi termodifikasi menggunakan asam asetat 1,5% sebagai bahan curing yang dikombinasikan dengan ekstraksi pelarut menggunakan campuran kloroform dan metanol
(50 : 50) menghasilkan gelatin dengan
nilai pH 6,82, nilai rendemen 74%, viskositas 7,07 poise, dan kadar
lemak 5,19%. Berdasarkan penelitian Norizah et.al, (2013)
ekstraksi gelatin dari kulit ayam dengan metode
perendaman campuran basa NaOH
0,15% dan asam (asam sulfat 0,15% dan asam
sitrat 0,7%) masing-masing selama 2 jam, kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi waterbath pada suhu 45oC selama 24 jam menghasilkan gelatin dengan rendemen 16% dan kekuatan gelatin
355 g bloom.
Proses perendaman
sangat menentukan karakteristik gelatin yang
dihasilkan. Penentuan jenis pelarut pada proses
perendaman merupakan salah
satu langkah penting untuk dapat menghasilkan produk gelatin secara optimal. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan pelarut yang sesuai pada
proses perendaman untuk menghasilkan gelatin dari kulit ayam dengan
kualitas yang baik. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Norizah (2013), diketahui bahwa perendaman dengan
kombinasi pelarut basa
dengan asam mampu menghasilkan gelatin dengan karakteristik yang
baik,
terutama kekuatan gel gelatin yang tinggi. Perendaman dengan basa bertujuan
untuk melarutkan protein non kolagen. Basa pada
proses perendaman hanya mampu
mengubah struktur triple helix kolagen menjadi double
helix, sedangkan
asam mampu mengubah struktur triple helix kolagen menjadi single
helix.
Perendaman bahan baku gelatin dengan asam, basa atau kombinasi asam basa
memiliki tujuan yang
sama, yaitu
untuk melemahkan struktur kolagen, demineralisasi, melarutkan
protein non-kolagen,
dan menghidrolisis
ikatan peptida
kolagen yang dikonversi menjadi gelatin. Berdasarkan hal tersebut, dalam
penelitian ini akan digunakan dua proses perendaman untuk menghasilkan gelatin,
yaitu proses asam dan kombinasi asam-basa. Basa yang
digunakan adalah NaOH,
sedangkan asam yang
digunakan adalah asam asetat, asam sitrat, dan asam laktat. Ketiga asam tersebut dipilih, karena pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prayitno (2007) ketiga asam tersebut dapat menghasilkan kolagen yang
merupakan dasar dari pembentukan gelatin, selain itu ketiga asam tersebut bersifat aman dan tidak korosif. Penelitian yang dilakukan ini mempelajari pengaruh perendaman
kulit ayam Broiler dengan NaOH sebelum perendaman menggunakan berbagai
jenis larutan asam, yaitu asam asetat, asam sitrat,
dan asam laktat, sehingga dapat ditentukan proses perendaman mana yang dapat menghasilkan gelatin terbaik dari kulit ayam Broiler untuk
selanjutnya dibandingkan dengan
gelatin komersial.
DAFTAR
PUSTAKA
Mohtar, N. F., C. Perera, dan S.Y.
Quek. 2010.
Optimization of gelatin extraction from
hoki (Macruronus novaezelandiae) skins and measurement of gel
strength and
SDS-PAGE. Journal
of Food
Chemistry, Vol 122,307-313.
Muyonga,
J H., C. G. B. Colec,
dan
K. G. Duodub. 2004. Extraction and
physicochemical characterisation
of Nile perch (Lates niloticus)
skin
and bone gelatine. Food Hydrocolloids 8: 581–592.
Nurhayati
dan
Tazwir. 2007. Ekstraksi
Kolagen
Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.) Secara Asam
Dan Pengaruhnya Terhadap Karakteristik Kolagen Yang
Dihasilkan. Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan
dan
Perikanan-IV. Hal.: 177-182.
Peranginangin, R.
2004. Riset Produksi Optimasi
Pemanfaatan Limbah Perikanan
Tulang dan Kulit Ikan. Laporan Ringkas Riset dan Pengolahan Produk dan Sosial
Ekonomi KP TA 2004.
Jakarta.
Tazwir,
D. L.
Ayudiarti, dan Suryanti. 2010. Pengaruh
Penggunaan Asam
Klorida
Terhadap Mutu Gelatin Tulang Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer). Balai
Besar Penelitian Pengolahan Produk
dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Wijaya,
H. 2001. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat dan Lama Perendaman Kulit Ikan Pari Pada Pembuatan Gelatin. Laporan
Akhir Penelitian. Fakultas
Perikanan
dan
Ilmu Kelautan.
Institut
Pertanian
Bogor. Skripsi.
Wuangtuei, S. dan A. Noomhorm. 2009. Processing
otimization and characterization of
gelatin from lizardfish (Saurida spp.) Scales. LWT Food Science and
Technology, Vol 42, 825-834.